Sabtu, 28 Januari 2012

Merindukan dia

Pernahkah sampai kepadaku tentang fatwa rindu? Tentang hati yang selalu berdebar ketika nama sang kekasih disebutkan. Saat duduk, tidur, dan berdirimu, nama kekasih tidak juga jeda menemani. Kisah tentang rindu yang tidak memiliki episode untuk berhenti.
Aku ingin menawan rindu, di dalam sel yang bahkan tidak memiliki terali. Aku ingin rindu itu tidak pergi. Telah aku tuliskan satu nama untuk satu rindu di dalam satu hati.
Dia yang aku sebut kekasihku, sesungguhnya telah memiliki nama. . Tentang wanita yang sedang mencintai, dan memberikan nama baru untuk sang kekasih. Dan aku memilihnya.
Aku merindukannya. Dalam duduk, tidur, dan tegakku. dirinya telah menghisap semua energi rindu. Tidak ada ruang lain selain merindukannya. Dan aku teramat mencintainya ya Allah. Aku ingin rindu ini ditawan, agar aku tidak berpaling ke lain hati. Aku ingin, dalam hatiku cuma ada satu yang cuma satu.
Dirinya juga mencintaiku. Katanya, jika aku mencintainya, maka dirinya pun akan lebih mencintai aku. Aku suka padanya yang selalu tepat janji dan tidak pernah berbohong. Kata-katanya selalu aku percaya sebagai sebuah kejujuran sejati.
Terkadang ketika malam, aku suka curhat kepadanya. Tentang hidupku yang kadang begitu pelik. Dia selalu tersenyum ketika mendengarkan semua kesahku. Walau aku tidak melihat, tetapi aku merasanya membelaiku saat itu, ketika aku menangis dalam sesi curhat itu.
Aku ingin segera bertemunya, namun saat ini tidak bisa. Aku ingin segera memeluknya, namun saat ini belum saatnya. Namanya mengambang dalam alunan rindu yang tak kunjung jemu. Dia pasti tahu betapa aku rindu dan mencintainya.
Aku ingin menawan rindu. Tak ingin menawar. Aku ingin rindu ini melangit. Tidak redup oleh matahari yang berbalik. Aku ingin rindu ini terpenjara, tidak berbaur, tidak bercampur. Rindu yang terlampau tinggi. Tentangnya. Tentang Dia.
Menawan rindu. Tak pernah ingin ini usai

Selasa, 18 Oktober 2011

kebimbangan

Seperti kesalnya halilintar yang membentak bumi.
Aku Lebih murka dari itu.
Aku merasa semua hal yang kulakukan sia-sia.
Tak seharusnya aku mempertahankan sesuatu yang tak semestinya ku pertahankan!

Aku kecewa pada diriku sendiri.
Seperti pinggiran pantai yang kecewa pada ombak yang membuatnya abrasi.
Hal yang kurasakan lebih menyakitkan dari sekedar pembunuhan mutilasi.

Kenapa tak bunuh saja aku sekalian.
Agar usai.
Agar kepuasan itu mencapai puncaknya!

Rasa kekhawatiran yg selalu memburu waktu ku.
Menghabiskan ku pada ujung-ujungnya kisah yang berawal dari keindahan
Mempalsukan ku dalam sebuah kebodohan!

Benarkah aku menjalani hal bodoh??
Hanya sosok menawan itu yang mampu menjawabnya.

Sempat ku berpikir tuk menghilang dari cinta
Menghapus cinta dalam hidupku yang kesepian.
Tapi, apakah aku mampu tuk berdiri sendiri tanpa cinta dan perasaan?

Seperti angin siang yang ragu untuk bertiup.
Akupun ragu tuk memutuskan.
Bagaimana dan apa selanjutnya.
Hingga aku semakin terpuruk..terpuruk..jatuh…dan tersandung!

Aku bimbang!

Minggu, 16 Oktober 2011

kangen mr kodok

Angan hidupku melayang
Disaat aku mengingatmu
Banyak kata yang tak sempat kuucap
Berlalu cepat kau tinggalkan aku
Tinggalkan semua cerita
Yang layak kukenang
Wahai sahabat .....
Kurindu canda tawamu


Namun .........
Semua itu hanyalah sejuta mimpi
Kerapuhan hatiku, terjamah sudah
Saat kau kembali kepadaNya
Bersama dua cahaya yang menyertaimu
Tuk slamanya hingga akhir hayatku
Kau ada di hatiku ......Sahabat.

Senin, 15 Agustus 2011

Masa depan ada di tanganku

“Miskin dan kaya adalah nasib ” ini adalah mitos yang berlaku di dalam masyarakat, khususnya di negara berkembang. Tak terkecuali di negara kita, Indonesia.
Kita sering mendengar, bahkan mungkin termasuk di antara kita pernah berucap; miskin sudah merupakan nasib kita. Bagaimanapun kita bekerja keras, tidak mungkin berubah, karena ini sudah suratan takdir. Sebaliknya, kalau nasib kita sudah ditentukan kaya dari “sononya”, maka usaha apa pun, bahkan kerja “seenaknya” bisa menjadikan kita sukses dan kaya.
Mitos seperti ini, sadar atau tidak, sudah diterima secara dogmatis di dalam masyarakat kita. Ditambah dengan mitos-mitos modern yang destruktif, seperti; bila kita berpendidikan rendah (hanya lulusan SMA/SMP/bahkan SD) maka spontan yang timbul di benak kita; kita sulit maju, sulit sukses dan kaya.
Dengan persepsi seperti ini, jelas kita telah terkena penyakit mitos yang menyesatkan. Hal ini akan mempengaruhi sikap mental dalam praktek di kehidupan nyata, sehingga menghasilkan kualitas hidup “ala kadarnya” atau sekedar hidup. Jika mitos ini dimiliki oleh mayoritas masyarakat kita, bagaimana mungkin kita bisa mengentaskan kemiskinan untuk menuju pada cita cita bangsa , yaitu; masyarakat adil-makmur dan sejahtera.
Kemiskinan sering kali merupakan penyakit dari pikiran dan hasil dari ketidaktahuan kita tentang prinsip hukum kesuksesan yang berlaku. Bila kita mampu berpikir bahwa kita bisa sukses dan mau belajar, serta menjalankan prinsip-pinsip hukum kesuksesan, mau membina karakteristik positif, yaitu; punya tujuan yang jelas, mau kerja keras, ulet, siap belajar, dan berjuang, maka akan terbuka kemungkinan-kemungkinan atau aktifitas-aktifitas produktif yang dapat merubah nasib gagal menjadi sukses. Miskin menjadi kaya! Seperti pepatah dalam bahasa Inggris “character is destiny”, kharakter adalah nasib.
Tidak peduli bagaimana saya hari ini, dari keturunan siapa, berwarna kulit apa, atau apa latar belakang pendidikan saya. Ingat, setiap orang punya hak untuk sukses!!!
Seperti kata-kata mutiara yang saya tulis; Kesuksesan bukan milik orang-orang tertentu. Sukses milik Anda, milik saya, dan milik siapa saja yang benar-benar menyadari, menginginkan, dan memperjuangkan dengan sepenuh hati.
Hancurkan mitos “miskin adalah nasib saya!”
Bangun karakter dan mental sukses!!!
Karena kita adalah penentu masa depan kita sendiri!
cayoo dian..cayooo smangat !!!

Senin, 18 Juli 2011

ketika diri ne nyaris lelah

Aku pernah mengikuti acara trekking. Jalannya jauh dan menanjak, diawali dengan turun tangga yang curam dan cukup jauh, lalu setelah sampai di bawah, dilanjutkan dengan mendaki jalan yang menanjak. Kadang ada jalanan yang licin dan tidak ada pijakan yang rata sama sekali. Huahhh... aku benar-benar mau berhenti saja dan tidak melanjutkan perjalanan, ingin rasanya menyerah! Toh semua orang bakal maklum kalau aku menyerah, tidak akan ada yang marah cuma karna aku kelelahan.
Tapi aku mencoba terus saja melangkahkan kaki, menyusuri jalan setapak dengan keringat bercucuran dan nafas terengah-engah. aku banyak berhenti dan beristirahat sebentar, karena aku juga harus menahan lecet di kaki. Tapi meskipun harus tertinggal agak jauh di belakang, akhirnya diri ne bisa menyelesaikan trek secara keseluruhan tanpa mengikuti beberapa orang yang melewati jalan pintas (ternyata banyak juga yang memotong jalan lewat jalan pintas!).
Rasanya sneng banget... rasanya aku sudah berhasil melampaui kemampuan diri sendiri! Perasaan yang sulit dilukiskan...haha (lebai).
Dari situ Lalu aku mulai berpikir, apakah perjalanan hidup yang aku lalui juga seperti ini yah? Atau mungkin lebih tepatnya disebut perjalanan iman? Ada saat-saat di mana diri ne seolah-olah tidak mampu lagi untuk melanjutkan perjalanan, dan kelelahan yang tak tertahankan. Lelah luar biasa...
Tapi terkadang terlalu meremehkan kemampuan diriku sendiri atau mungkin kadang terlalu memanjakan diri ne dan berkata, "Aku ga bisa... STOP! Aku menyerah! Aku cape dengan smua ne!" Lalu berhenti di tengah jalan, mulai membandingkan antara "trek" ku dengan "trek" orang lain. Aku lupa, bahwa ada Kekuatan lain yang akan menopang ku. Ku juga lupa, bahwa tujuan ku diciptakan itu berbeda-beda satu dengan yang lain (yang akhirnya juga membuat proses hidup yang dijalani juga berbeda). Ku lupa bahwa yang lebih tahu sampai mana batas kekuatan diri ne adalah Dia. Kini ku sadar bahwa selama ne aku selalu mengukur segala sesuatu dengan perkiraan ku, yang belum tentu benar.
Jadi inget kata-kata seseorang "dek, klo lu uda merasa lelah n putus asa? Cobalah diam sejenak, tutup kedua mata dan tarik nafas dalam-dalam serta sedikit mainin bibir lalu buka mata n berteriak *Aku Pasti Bisa!*"
meski putus asa, Tapi ak dian setyo kan terus melangkah setapak demi setapak. Meskipun lambat, meskipun lelah, meskipun hampir putus asa, terus melangkah...!!
smangat !!! Banzai !!! Cayoo !!!

Kamis, 23 Juni 2011

Bagaikan Embun

Pagi adalah awal mula bergantinya hari. 
Alangkah indahnya jika kita mengawali pagi hari dengan hati bening dan pikiran jernih sebening dan sejernih embun pagi. 
Dengan hati bening dan pikiran jernih, paling tidak kita mempunyai energi positif untuk menghadapi berbagai kemungkinan dalam menjalani aktivitas harian. 
Dengan hati bening dan pikiran jernih kita juga tidak akan terbelenggu dengan bayang-bayang negatif dari kejadian-kejadian masa lampau.

Kawan, tahu wujud embun kan? 
Yupz, embun berupa titik-titik air yang biasanya menempel di atas dedaunan atau terdapat pada benda dan permukaan tanah. 
Embun terbentuk akibat pengembunan uap air dari udara di sekitarnya. 
Proses penguapan itu terutama terjadi pada malam hari. 
Pagi harinya kita bisa melihat endapan tetes-tetes air itu. 
Jika kita perhatikan, embun berwujud titik air bening dan jernih.

Embun hanya bisa kita lihat pada pagi hari karena seiring sinar mentari yang makin memanas, embun akan menghilang. 
Nah, embun bisa menjadi contoh bagi kita untuk memulai hari. 
Hendaknya kita mengawali hari dengan hati bening dan pikiran jernih seperti embun. 
Yuk, kita usahakan! :D

Memandangmu dalam diam

Didedikasikan tuk sartika & keked sobatku.

Kau berdiri gagah di ujung sana
Aku hanya mampu 
memandangmu dari jauh
Sosokmu menjulang tinggi
Tanganku yang pendek ini
sulit meraihmu
Tubuhku yang kecil ini
tak bisa merengkuhmu

Diam-diam aku hanya mengagumimu
Pesonamu amat menyihir
Mendatangkan rasa ingin yang kuat
Menghadirkan tekad yang bulat

Semakin memandangmu
Rinduku menyeruak
Kapankah aku bercengkrama denganmu?
Kapankah kuhabiskan waktu di dekatmu?

Rasanya tak sabar lagi
Menahan gejolak ini
Rasanya tak kuat lagi
Membendung keinginan ini
Tunggu hingga kudatang