Pagi hari-
“Check.. check.” *DUG*
Si pedangdut memukul mic-nya sembarangan layaknya musisi-musisi kacangan.
Aku bangun kaget. Aah.. bapaaak mbaaak.. really? Have to be this early? Memang kemarin udah diwanti-wanti sama bokap. Siap-siap aja, tetangga belakang mau kawinan. Udah pasang panggung gede yang pas banget nempel sama dinding belakang rumah. Oke, seharusnya gak lama. Akan aku tolerir ini sampai nanti siang.
Siang Hari-
Akhirnya, setelah 5 jam nonstop, suasana sepi. Berbagai macam cara sudah mereka lakukan. Dari nyanyi Live on stage, sampai open mic, sampai puter kaset. Harusnya mereka udah puas. Lega.. berarti sekarang saatnya aku makan siang.
“JEDER!!!!”
Astaga! Apaan tuh? Sial! Nyaris aja keselek ayam.
“JEDAR PLETAR PLETAR PLETAR!!!! Ahahahahahah!!!!”
Suara petasan berbunyi tanpa henti diselingi tawa anak-anak. Hebat, pedangdut istirahat makan siang, sekarang anak-anak yang enggak bisa diem. Sabar.. tarik nafas.. ini hari bahagia tetangga belakang, maklumilah. Oke setidaknya lihat sisi baiknya. Ini ga akan bertahan sampai malam. Ya kan?
Sore Hari-
Oke.. ralat. Aku sangsi ini akan selesai. Barusan sambil mandi, mendengar pengumuman dari MC kawinan belakang
“Mohon perhatian bapak ibu yang baru hadir untuk segera menempati kursi. Acara akan kita mulai” WHAT?! AKAN? Kita mulai?
“Kepada para tetangga yang merasa terganggu dengan suara-suara yang akan kami keluarkan, kami mohon dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya. Sekali lagi kepada..”
Gayungku jatuh. Nafsu mandi ku hilang. Busa-busa shampoo dikepala mulai meleleh.
“DUNG TAK TAK DUNG BLETAK” Music pun mulai.
“aaaa~yoooo Bang Joooohhnnn GOYAAAAANGGGG!!” Suara pedangdut wanita terdengar manja. Para abang-abang yang merasa terpanggil membalas dengan teriakan membahana. Great.. pedangdut ini pasti merasa seperti Diva.
Sambil tersenyum pahit ku angkat gayungku. Kulanjutkan mandi sambil terus berdoa.. Ya Tuhan.. ku berikan pagi, siang, dan sore hari ini untuk kedua mempelai yang berbahagia. Hanya satu pintaku.. berikan padaku si malam dengan temannya yang ku idamkan. Si Sepi. Itu saja. Kabulkanlah ya Tuhan.
Malam Hari lewat pukul 10-
Ku coba pejamkan mataku sambil terus menekan bantal. Mereka pasti sudah gila. Teriakan semakin malam semakin kencang, musik semakin gila, stereo semakin menggelegar. Si pedangdut terus bernyanyi seakan urat lehernya tidak mengenal lelah. Sepertinya malam ini aku dan sepi tidak berjodoh. Ku rasa Tuhan juga merasa bising sehingga dia menutup telinganya hari ini. Tidak apa-apa Tuhan.. Aku sangat mengerti. Kalau aku adalah kamu, sudah ku kirim petir biar stereonya meledak.
Hhh.. Dangdut.. Truly is the music of my country.
Malam ini aku akan tidur dengan jempol terangkat. Hari ini aku kalah. Ambillah sepiku yang memang sudah dari pagi belum jadi milikku. Tolong sampaikan padanya, aku minta maaf. Aku tak tahu betapa berharganya dia, sampai datang hari dimana tetangga belakang kawinan. Besok aku akan berdoa, minta rumah baru sama Tuhan, jauh.. jauh jaaaauhhhh dari sini. Ku yakin besok Kau sudah bisa mendengarkan doaku. Ya kan Tuhan?